Seni Percaya Diri tanpa Kesombongan

Percaya diri itu penting, tapi rendah hati juga nggak kalah penting.
Goldenadi

Pernah bingung harus percaya diri atau justru merendah?

Kita tumbuh di dunia yang sering memberi sinyal campur aduk soal ini.

Di satu sisi, kita diajari buat tampil meyakinkan, percaya diri, bahkan sedikit nekat.

Tapi di sisi lain, kita juga diminta untuk nggak sombong, tahu diri, dan tahu tempat.

Lho, jadi kita harus jadi yang mana?

Ternyata, jawabannya bukan salah satu. Tapi: kapan yang mana.

Percaya diri dan rendah hati bukan dua kutub yang harus kamu pilih salah satu, tapi dua alat yang bisa kamu pakai sesuai situasi.

Table of Contents

Seni percaya diri tanpa sombong

Antara Neo dan Dharma

Coba deh lihat dua kutub budaya dunia: Barat dan Timur.

Di Barat, percaya diri itu identitas. Pahlawan di film-film Hollywood biasanya pemberontak, mandiri, dan suka bikin keputusan sendiri. Contohnya? Yah, lihat aja adegan ikonik dari The Matrix:

> Neo: “How about… I give you the finger, and you give me my phone call.”

Tapi kalau kamu besar di lingkungan yang lebih dipengaruhi nilai-nilai Timur, kamu mungkin familiar dengan kata seperti “guru”, atau filosofi “dharma”—yang bicara tentang peran, tugas, dan rasa hormat.

Di sana, kerendahan hati adalah bentuk kedewasaan. Bukan kelemahan.

Yang menarik, dua pendekatan ini sering dianggap bertentangan, padahal bisa jadi justru saling melengkapi. Yang salah itu bukan percaya diri. Yang keliru adalah kalau kita terlalu menekankan satu sisi, sampai lupa konteks.

Peran Hidup: Terkadang Guru, Terkadang Murid

Kita semua hidup dalam berbagai jenis hubungan. Tapi kalau mau disederhanakan, sebagian besar hubungan bisa ditarik ke dua peran: master dan student.

Kadang kamu jadi “master” — saat kamu ngasih arahan, mimpin tim, atau ngajarin sesuatu. Di saat seperti ini, percaya diri penting banget. Kamu butuh tampil meyakinkan, solid, dan layak dipercaya.

Tapi di waktu lain, kamu adalah “student” — saat kamu lagi belajar hal baru, minta nasihat, atau cari bimbingan. Di sini, yang lebih dibutuhkan adalah kerendahan hati. Kamu harus cukup rendah hati buat bilang, “Gue nggak tahu. Boleh ajarin?”

Dan, bro… dua peran ini bisa terus berganti. Bahkan dalam obrolan sama orang yang sama.

Jangan Selalu Jadi Pemimpin

Kita hidup di dunia yang (terlalu) sering memuja pemimpin. Tapi nggak semua momen butuh kamu buat maju duluan.

Kadang yang kamu perlukan justru duduk diam, dengar, dan nanya.

Karena murid yang baik itu:

Belajarnya lebih banyak

Nggak bikin orang lain defensif

Lebih mudah dibantu

Mau cari mentor? Tunjukkan kerendahan hati. Mau dapet ilmu yang cuma bisa ditemukan lewat pengalaman? Tahan dulu ego-nya. Dengerin. Catat. Hadamkan.

Kadang ego yang diturunkan sedikit, justru membuka pintu pembelajaran yang jauh lebih besar.

Kapan Harus Percaya Diri, Kapan Harus Rendah Hati?

Sebelum masuk ke satu percakapan atau situasi baru, coba tanya ke diri sendiri:

> “Tujuanku di sini mau meyakinkan, atau mau belajar?”

Kalau kamu mau meyakinkan — saat presentasi, jualan, atau mimpin proyek — tampil percaya diri itu penting. Bahasa tubuhmu, cara bicaramu, bahkan kata-kata yang kamu pilih harus menggambarkan keyakinan dan kejelasan.

Tapi kalau kamu mau belajar — jangan sok tahu.

Nggak semua harus kamu tanggapi. Kadang yang kamu perlu cuma: “Hmm, menarik juga ya. Gimana caranya?”

Kurangi Ambisi Meyakinkan, Tambah Kemauan Mendengar

Yah, meyakinkan orang memang bisa kasih rasa puas instan. Tapi ilmu yang kamu serap dari mendengarkan… itu investasi jangka panjang.

Kapan terakhir kali kamu duduk sama seseorang dan benar-benar ngerasa “wah, orang ini tahu sesuatu yang belum gue tahu”?

Di saat itu, kamu bisa pilih dua jalan:

Bersaing diam-diam dan nyoba keliatan lebih tahu

Atau merunduk sebentar, biar bisa naik lebih cepat

Scott H. Young pernah bilang, “Setiap kali saya sadar seseorang punya skill yang saya butuhkan, saya pastikan saya tampil rendah hati.” Dengerin, pelajari, dan hemat waktu dari trial-error nggak perlu.

Percaya Diri dan Rendah Hati itu Skill Komunikasi, Bukan Cuma Sikap

Tapi inget ya, bro… ini semua nggak berarti kamu bisa asal tampil rendah hati atau percaya diri tanpa baca situasi.

Rendah hati bukan berarti lemah lembek. Percaya diri bukan berarti arogan.

Kalau kamu tampil rendah hati tapi nadamu kayak ngeluh terus, orang bakal males bantu.

Kalau kamu tampil percaya diri tapi arogan, orang akan tutup telinga.

Butuh latihan. Butuh kesadaran.

Coba Latihan Ini

Besok, sebelum ngobrol sama siapapun—tim kerja, pasangan, mentor, atau bahkan orang baru—tanya dulu:

 “Tujuanku di percakapan ini apa? Meyakinkan atau belajar?”

Lalu sesuaikan cara bicaramu.

Mungkin kamu akan kaget, betapa banyak pelajaran bisa kamu serap… saat kamu memilih untuk diam sebentar.

Dan betapa kuatnya dampak pesanmu… saat kamu bicara di waktu yang tepat, dengan keyakinan yang cukup.