Slow Living: Melambat Bukan Berarti Malas, Tapi Cara Cerdas Menikmati Hidup
Saat dunia terus ngebut, slow living mengajak kita berhenti, hadir, dan mulai hidup dengan sadar. Bukan lambat—tapi utuh.
Slow Living: Melambat Bukan Berarti Malas, Tapi Cara Cerdas Menikmati Hidup
Pernah nggak, kamu merasa hidup kayak maraton tanpa garis akhir? Bangun pagi udah buru-buru, makan terburu-buru, kerja dikejar-kejar, pulang pun masih diselimuti notifikasi. Eh, malamnya malah scrolling sampai ketiduran. Besok? Ulang lagi. Rasanya kayak ikut lomba lari, tapi nggak tahu sebenarnya lagi lari ke mana. Sampai suatu hari, tubuh nggak bisa diajak kompromi. Pikiran mulai sumpek, hati rasanya kosong. Di momen itu, baru sadar: ternyata kita lupa berhenti. Semua Berlomba, Tapi Apa yang Sebenarnya Dikejar? Anehnya, dalam dunia yang memuja kecepatan, kita justru makin kehilangan arah. Lho, bukannya makin cepat makin efisien? Yah, nggak selalu. Karena makin cepat nggak otomatis makin bahagia. Kadang, kita terlalu sibuk berusaha "mengejar ketinggalan", padahal nggak jelas juga siapa yang ditinggal. Terjebak dalam perasaan harus lebih cepat, lebih produktif, lebih sibuk — semua demi validasi dari luar yang seringkali hampa. Dan ketika akhirnya semua berhasil pun, tetap ada rasa…